Politik & Pemerintahan

Diinterpelasi, Jawaban Risma Tidak Memuaskan

08-12-2010

beritasurabaya.net - Sidang paripurna terkait hak interpelasi DPRD Surabaya kepada Wali Kota Surabaya berlangsung panas.

Berbagai jawaban yang disampaikan Wali Kota Tri Rismaharini, selalu tak memuaskan anggota dewan. Akibatnya, hujan interupsi mewarnai sidang paripurna, Rabu (08/12/2010).

Dalam sidang itu, Risma sapaan akrab Wali Kota berulang kali menyebut masalah SPW (Surat Perintah Wali Kota).

Padahal sejak pemberlakuan Perda 8/2006 tentang Penyelenggaraan Reklame, SPW sudah dihapus dan diganti dengan izin. Artinya, setiap penyelenggaraan reklame di Kota Surabaya tentu harus mendapat izin dari Wali Kota.

Sebenarnya, antara SPW dan pemberian izin Wali Kota ini hanya beda tipis, beda redaksionalnya saja. Untuk fungsinya tetap sama, yakni biro reklame tetap harus mengantongi restu wali kota jika ingin menyelenggarakan reklame tersebut.

Bahkan informasinya, SPW itu juga menjadi penyumbang dana taktis terbesar dari pendapatan reklame. Kabarnya, dana taktis itu tak masuk dalam hitungan pendapatan reklame, melainkan bisa menjadi pendapatan sampingan dari penyelenggaraan reklame.

Masih dalam sidang, pengusul hak interpelasi, paling getol melontarkan pertanyaan. Sedangkan pihak ?pembela? Wali Kota, dari Fraksi PDIP dan Fraksi PKS, justru tak terlihat kegarangannya.

Pada saat sidang, Risma memaparkan, jika kenaikan pajak itu erat kaitannya dengan penertiban reklame ukuran besar yang membahayakan keselamatan warga.

Risma juga menjelaskan, jika kenaikan pajak itu merupakan rekayasa sosial untuk menghilangkan reklame ukuran besar yang mudah roboh.

Sementara itu, Erick Reginal Tahalele dari Fraksi Partai Golkar justru mengejar dengan pertanyaan. Erick meminta kejelasan Risma, jika kenaikan pajak itu karena faktor keselamatan, mengapa Wali Kota menerbitkan Perwali tentang kenaikan pajaknya.

"Seharusnya jika faktornya adalah keselamatan, keluarkan saja Perwali yang mengatur tentang keselamatan penyelenggaraan reklame, tentang tata konstruksi dan lainnya, bukan malah mengaturnya dengan menaikan pajak reklame," jelas Erick.

Namun, akhirnya Wali Kota mencoba menjelaskan lagi, jika kenaikan itu juga terkait masalah peningkatan pendapatan pajak.

Hal ini juga menjadi incaran pertanyaan anggota dewan. Seperti yang disampaikan Rusli Yusuf dari Fraksi Partai Demokrat. Menurut dia, bagaimana mau menaikan pajak jika yang dinaikan hanya ada 167 titik reklame berukuran besar di atas 50 meter persegi. Sementara, reklame kecil di bawah ukuran delapan meter persegi sebanyak 14 ribu lebih titik, justru pajaknya diturunkan.

"Logikanya, kalau yang besar pajaknya naik dan yang kecil pajaknya turun, maka pemasang reklame akan mengejar yang kecil. Dengan begitu, pendapatan malah tak tercapai. Pada 2009 saja, pajak reklame tak tercapai, apalagi dengan pemberlakuan dua Perwali ini, akan semakin tak tercapai. Jadi faktor menaikan pendapatan juga tak mengena," tegas Rusli.

Namun dalam paripurna sampai siang , anggota dewan juga lebih banyak menyorot soal terbitnya Perwali yang tak didahului dengan keluarnya Perda, karena Perdanya masih dalam pembahasan.

Sementara itu, Agus Santoso anggota Partai Demokrat juga mempertanyakan, terbitnya Perwali itu tak pernah didahului dengan sosialisasi.

"Saya sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan hukum, tahu jika keluarnya aturan harus didahului dengan sosialisasi. Untuk dua Perwali ini, tak pernah ada sosialisasinya," ucap Agus Santoso. ries/bsn

Foto: Wali Kota Surabaya duduk diantara pimpinan paripurna DPRD Surabaya.

Advertising
Advertising
Pemadam Kebakaran
Surabaya Pusat
031-3533843-44
Surabaya Utara
031-3712208
Surabaya Timur
031-8411113
Surabaya Barat
031-7490486
Surabaya Selatan
031-7523687
Rumah Sakit & Klinik
RSUD Dr. Sutomo
031-5020079
RS Darmo
031-5676253
RS ST Vincentius A Paulo
031-5677562
RS William Booth
031-5678917
RS Adi Husada
031-5321256
Kepolisian
Polda Jatim
(031) 8280748
Polrestabes
(031) 3523927